Dalam rangka menindaklanjuti kasus pembalakan liar di kawasan hutan konservasi wilayah Diponggo yang terjadi pada (16/07/2024) sahabat-sahabat PMII melakukan audensi dengan pihak BKSDA RKW 11 untuk mencari kejelasan dan perkembangan kasus pembalakan kayu sonokeling di wilayah konservasi pada Rabu (20/11/2024).
Dalam audiensi tersebut M. Khalilullah Amin Alfarid selaku korlap dalam salah satu pertanyaannya, mempertanyakan sejauh mana perkembangan kasus pembalakan liar yang terjadi di hutan konservasi, mengingat wilayah konservasi adalah tempat cadangan air utama bagi masyarakat Bawean maka perlu dilakukan langkah cepat untuk membuat efek jera demi menjaga kelangsungan hidup dan cadangan air masyarakat Bawean.
Nur Syamsi selaku pimpinan BKSDA RKW 11 mengatakan bahwa kasus pembalakan kayu sonokeling di kawasan konservasi ini sudah dilimpahkan kepada pihak GAKUM JABALNUSRA artinya kasus ini sudah sepenuhnya ditangani oleh Balai Besar dalam melakukan penyidikan, jadi BKSDA RKW 11 sudah tidak punya wewenang terhadap kasus tersebut apa lagi hari ini tugas BKSDA RKW 11 hanya sebagai pelaksana yang tugasnya terbatas pada:
Patroli pengamanan di kawasan konservasi serta melakukan kegiatan perlindungan hutan.
Melaporkan kegiatan tersebut kepada atasan.
Selanjutnya Nur Syamsi juga mengatakan untuk mengurangi frekuensi gangguan pada kawasan konservasi di Bawean, BKSDA berkerjasama dengan Balai Besar Jawa Timur juga telah melakukan sosialisasi Batas Kawasan CA dan SM di Pendopo Kec. Sangkapura, (07/12/2024). Karna memang sebagian pal batas sudah rusak dan hilang sehingga sulit bagi masyarakat untuk mengetahui batas kawasan. Sehingga pada pada sosialisasi tahun kemaren kami meminta tahun 2019 BBKSDA Jawa Timur melakukan penataan, penandaan, dan pemeliharaan pal batas kawasan.
Selainnya menjelaskan dua hal di atas pihak BKSDA RKW 11 juga mengklaim bahwa terjadi pertumbuhan yang signifikan terkait perkembangan rusa Bawean dari tahun 2015-2019 sudah ada 300 ekor rusa Bawean di alam liar. Ucap Nur Syamsi menambahkan penjelasannya kepada peserta audiensi.
Namun dari sejumlah penjelasan yang disampaikan oleh pihak BKSDA tidak memberikan gambaran jelas sahabat-sahabat PMII dalam menjelaskan pembalakan liar di hutan konservasi, mereka menganggap banyak kejanggalan dari kasus tersebut karena seluruh barang bukti dan saksi sudah ada namun kasusnya terkesan mengambang tanpa kejelasan. Begitu yang di sampaikan korlap menanggapi pernyataan Nur Syamsi.
Bahkan sahabat-sahabat PMII membawa beberapa bukti terkait pembalakan tersebut agar kasusnya bisa cepat selesai dan pelakunya juga tertangkap. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung kerja-kerja BKSDA agar lebih baik lagi kedepan.
Terakhir beberapa peserta yang hadir menanyakan terkait tanda batas kawasan yang sebagian besar telah rusak dan hilang. Bahkan adanya dugaan jika BKSDA akan mencaplok tanah milik masyarakat yang turun temurun telah dimiliki jika tidak ada kejelasan terkait pal batas tersebut.